Pemerintah: BI Rate Masih
Terlalu Tinggi
Menko Perekonomian Sofyan Djalil saat konfrensi pers di Kantor
Kepresidenan, Jakarta, 9 Januari 2015. Sofyan yang mendampingi Jokowi
dalam pertemuan dengan delegasi CEO Chevron menyatakan keinginan Chevron
berinvestasi infrastruktur migas. Saat ini produksi minyak Chevron di
Indonesia, 300 ribu barel/hari. Tempo/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menilai suku bunga acuan (BI Rate)
sebesar 7,5 persen saat ini masih cukup tinggi. “Memang ada harapan bisa
turunkan interest rate karena masih cukup tinggi," kata Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil, di Istana Kepresidenan,
Selasa, 25 Februari 2015.
Sebelumnya, menurut Sofyan, Presiden Joko Widodo juga telah mendapat
laporan mengenai kondisi perbankan yang baik. Sayangnya, secara umum
suku bunga acuan bank sentral itu dinilai masih terlalu tinggi.
Sofyan menuturkan, BI Rate saat ini menjadi refleksi dari kondisi
perekonomian tanah air. Jika inflasi bisa ditekan, maka ada ruang bagi
Bank Indonesia untuk menyesuaikan suku bunga acuan.
Kendati demikian, pemerintah tak bisa ikut campur dalam penentuan suku
bunga acuan perbankan karena kewenangannya mutlak di Bank Indonesia.
Namun, pemerintah bisa membantu menciptakan situasi kondusif dengan
memastikan pasokan bahan makanan mencukupi, biaya logistik tak tinggi,
dan infrastruktur yang memadai.
Dalam kunjungannya ke kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal tadi pagi,
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyinggung soal bunga kredit bank di Tanah
Air yang masih cukup tinggi. Akibatnya, biaya investasi di dalam negeri
terkerek naik sehingga menyulitkan pengusaha untuk menanamkan modal.
Saat ini suku bunga kredit di Indonesia berkisar di level 10-13 persen,
bahkan untuk beberapa kredit mikro dan konsumsi, bunganya lebih dari 15
persen. Karena itu, pemerintah setuju dengan langkah Bank Indonesia yang
menurunkan suku bunga acuan menjadi 7,5 persen. ''Kami ingin dan
mendorong bank-bank agar ikut menurunkan bunga kreditnya,'' ujar Kalla.
KESIMPULAN :
Pemerintah menilai suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 7,5 persen saat
ini masih cukup tinggi. BI Rate saat ini menjadi refleksi dari kondisi
perekonomian tanah air. Jika inflasi bisa ditekan, maka ada ruang bagi
Bank Indonesia untuk menyesuaikan suku bunga acuan.
Kendati demikian, pemerintah tak bisa ikut campur dalam penentuan suku
bunga acuan perbankan karena kewenangannya mutlak di Bank Indonesia.
Namun, pemerintah bisa membantu menciptakan situasi kondusif dengan
memastikan pasokan bahan makanan mencukupi, biaya logistik tak tinggi,
dan infrastruktur yang memadai. Soal bunga kredit bank di Tanah Air yang
masih cukup tinggi, mengakibatkan biaya investasi di dalam negeri
terkerek naik sehingga menyulitkan pengusaha untuk menanamkan modal.
Saat ini suku bunga kredit di Indonesia berkisar di level 10-13 persen,
bahkan untuk beberapa kredit mikro dan konsumsi, bunganya lebih dari 15
persen. Karena itu, pemerintah setuju dengan langkah Bank Indonesia yang
menurunkan suku bunga acuan menjadi 7,5 persen.
SARAN :
Kenaikan BI Rate ini memang diperlukan untuk menangkal tingkat inflasi
yang semakin tinggi dan mata uang Rupiah yang semakin melemah. Hal ini
menunjukkan bahwa pihak pemerintah tidak hanya bekerja berdasarkan
popularitas semata, akan tetapi melihat permasalahan yang sebenarnya dan
berusaha mengatasinya.
BI menaikan suku bunga salah satunya dengan tujuan untuk mengendalikan
inflasi (menurunkan jumlah uang beredar). BI rate yang terlalu tinggi
akan mengakibatkan jumlah dana bank komersial diprioritaskan untuk
disimpan di BI agar dapat untung besar. Hal ini akan mengakibatkan
kurangnya kucuran dana untuk sektor riil, dan otomatis pergerakan sektor
riil terhambat.
Narasumber:
http://www.tempo.co/read/news/2015/02/24/087644985/Pemerintah-BI-Rate-Masih-Terlalu-Tinggi